Kamis pagi pekan lalu, segerombolan pecinta lingkungan berikut wartawan pun tergoda untuk datang dan berlomba memetik ribuan batang strawberry organik itu yang terhampar di sepetak kebun.
Dan dalam sekejap, tak sebutir buah matang pun yang bersisa dari 3.000 batang strawberry dalam media tanam polibek. Sang pemilik kebun, Posman Surbakti, terharu menyaksikan semua itu, karena orang-orang begitu mengagumi si “mutiara merah“ hasil budidayanya.
Posman memang pantas berbangga hati. Kebun strawberry miliknya di atas sebidang tanah 40 x 20 meter menghasilkan buah unggul dengan produksi optimal. “Strawberi segar yang tumbuh dari kebunnya boleh dibilang layak untuk menembus pasar ekspor,” kata Sofyan Tan, Ketua Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), yang sengaja datang jauh-jauh dari Medan bersama tim ESP-USAID hanya untuk melihat panen strawberry hasil pertanian ekologis itu.
Dia yakin, jika pertanian ekologis strawberry ini dikembangkan dengan serius, akan muncul harapan baru bangkitnya investasi pertanian dan agrowisata di Tanah Karo.
Posman adalah petani yang merintis pertanian strawberry dengan sistem pertanian ekologis di lembah Sibayak. Awalnya, tak banyak petani di Doulu yang meyakini keberhasilan pola pertanian yang diterapkan Posman. Tapi melihat hasilnya yang berbeda jauh dengan pertanian strawberry yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia, satu per satu petani di sana mulai memercayainya.
Kini, beberapa petani yang mulai serius menggeluti strawberry organik itu bergabung dalam Cevarina Ekologis, sebuah program pertanian strawberry yang mengusung bahan-bahan alami atau organik sebagai pengganti pestisida dan pupuk kimia.
Strawberry hasil pengembangan organik ini ternyata memang berbeda. Secara kasat mata, strawberry organik warnanya lebih cerah walaupun ukurannya sama dengan strawberry hasil pemupukan dan pestisida kimia. “Rasanya lebih manis, dan tahan sampai empat hari, beda dengan yang pakai kimia, yang hanya tahan tiga hari,” ungkap posman.
Kualitas ini dihargai tinggi oleh pasar, hingga mencapai Rp 40.000 per kilogram, lebih tinggi ketimbang strawberry non organik yang dijual seharga Rp 30.000 per kilogram. Kualitas baik, harga jual tinggi, namun biaya produksi kecil menjadi buah unggul yang kompetitif. Sebuah terobosan bagi pertanian sayur-mayur dan buah-buahan Tanah Karo yang lesu darah akibat melonjaknya harga pestisida dan pupuk kimia.
Ya, kondisi ini memang memperburuk pertanian. Bagaimana tidak, harga jual tidak seimbang dengan biaya produksi yang melonjak. Akibatnya, petani sayuran maupun buah-buahan seringkali merugi.
Dalam kurun satu bulan panen perdana, para petani yang tergabung dalam Cevarina Ekologis itu telah berhasil mengembangkan tanaman strawberry organik lebih dari 20 ribu batang. Dari total tanaman itu, yang sudah panen sebanyak 3.000 batang.
“Kami hanya bisa mencapai keberhasilan panen strawberry dari 3.000 batang itu 60% saja. Hal ini diakibatkan perubahan cuaca yang terjadi,” ujar Posman, yang juga lulusan Universitas Negeri Medan ini. Meskipun hanya bisa mencapai angka 60% pencapaian hasil panen ini, namun mereka sudah untung. Sebab beberapa petani strawberry non ekologis banyak yang gagal panen akibat intensitas hujan yang sangat tinggi di kawasan hulu DAS Deli ini.
Untuk pupuk dan pestisida nabati, digunakan bahan-bahan alami, dengan memanfaatkan bahan alam dan limbah organik yang ada di sekitar. Limbah rumah tangga, kotoran hewan, air kelapa dan air biasa, diramu dalam satu drum. Posman setiap bulannya hanya mengeluarkan Rp 498.000 untuk biaya produksi 5.000 batang strawberry.
“Dengan kondisi perubahan musim ini, pencapaian hasil panen pertanian ekologis strawberry juga berbeda secara mencolok. Di mana, pola perilaku pertanian pestisida kimiawi hanya mampu mencapai hasil 30% dari total produksi. Sedangkan pola pertanian strawberry ekologis masih mampu mencapai hasil produksinya hingga 60%,” jelas Posman.
Dengan 60% kemampuan produksi, keuntungan bersih yang bisa mereka peroleh di awal masa panen 3.000 batang sebesar Rp 1,8 juta. Bila dengan asumsi yang sama, maka panen beberapa minggu mendatang untuk total 5.000 batang strawberry akan mencapai Rp 2,98 juta setiap bulan.
Angka ini didapat bila penjualan produk strawberry bertahan di angka Rp 40.000 per kilogram. Bisa dikalkulasi, berapa besar lagi margin profit jika curah hujan rendah. Tentunya pada musim kemarau.
Ramah Lingkungan
Pemakaian unsur alami pada tanaman strawberry ini secara tidak langsung juga menjaga nilai ekologis terhadap lahan. “Bukan hanya meningkatkan perekonomian petani saja, tapi juga menciptakan kondisi lahan yang terus berkelanjutan,” ujar Sofyan Tan.
Penggunaan pestisida alami (nabati), menurut Posman, hanya berfungsi mengusir hama, bukan mematikan. Hal ini akan menjaga agar hama dan penyakit tidak kebal terhadap obat. Pemakaian pestisida kimia dapat membuat hama kebal, bukannya menyelesaikan masalah, namun pertumbuhan hama justru semakin banyak.
Di sisi lain, penggunaan pupuk kandang sebagai bahan pupuk alami, lanjutnya, secara tidak langsung mengurangi aktivitas pengambilan humus oleh masyarakat di hutan Tahura Bukit Barisan. “Tanaman subur, ekonomi rakyat meningkat, dan hutan terjaga,” ujar Posman lagi.
Tantangan Pemasaran
Gempuran para kapitalis kerap menghancurkan perekonomian petani kecil. Namun di satu sisi kualitas produksi pangan petani pun seringkali kalah bersaing dengan para ‘penguasa pangan’ dunia.
Posman dan Cevarina Ekologis sudah membuktikan bahwa pertanian organik bukan hanya meningkatkan pendapatan petani, tapi juga sebuah investasi besar produk pangan yang siap untuk dilaga dengan produk sejenis di tingkat nasional bahkan internasional.
Menurut Sofyan Tan, petani seperti Posman membutuhkan sertifikat, sebagai bukti bahwa produk yang dihasilkan telah melalui percobaan dan penelitian beberapa pihak terkait. Hasil pertanian yang diproduksi, bebas dan tidak terkontaminasi oleh pupuk dan obat obatan kimia buatan pabrik.
“Oleh karena itu, sekarang kita sedang berusaha untuk membantu petani mendapatkan sertifikasi dari hasil pertanian ekologis, bekerja sama dengan Bioinspecta dari Swiss, dan Lesos dari Jawa Timur, yang merupakan badan yang berhak mengeluarkan sertifikat terhadap produk pertanian yang bebas dari bahan kimia.” tutur Sofyan.
Soal pasar dalam negeri, prospek bisnis strawberry masih berseri. Karena khasiatnya yang beragam untuk kesehatan terutama untuk mencegah kolesterol tinggi, stroke, diabetes, menghaluskan kulit dan memperlambat proses penuaan, strawberry organik selain dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga, juga sangat dibutuhkan oleh industri makanan, obat-obatan dan kecantikan. Nah, kita sudah sedikit melongok investasi strawberry organik, apakah Anda berminat terjun ke bisnis ini?
Sumber : http://bisnisukm.com/melongok-investasi-stroberi-organik.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Melongok Investasi Strawberry Organik"
Post a Comment